Wednesday, July 1, 2009

Mempertanggungjawabkan Kristologi Kita di Hadapan Umat Beragama Lain

 

Kristologi yang dihayati oleh umat kristiani mau tidak mau adalah kristologi yang dapat dikomunikasikan. Dalam konteks hidup bersama, paham kristologi kita selalu dihadapakan dengan pluralitas (agama, ideologi, kebudayaan, dll) yang melingkupi kita. Maka, kelompok diajak untuk mempertanggungjawabkan kristologi yg dialami dan dihayati di hadapan umat beragama lain. Kelompok akan menjelaskan kronologi mengapa kelompok ini memilih topik ini. Harapan kami ada sebuah titik temu paling tidak dalam dunia hidup bersama dimana semua manusia ditantang untuk bersama-sama merayakan kehidupan demi sebuah keselamatan yang diusahakan bersama.

 
Kristologi Kristen
Hal pertama yang perlu dijelaskan adalah Kristologi Kristiani macam apa yang kita miliki. Kristologi erat kaitannya dengan pemahaman keselamatan dalam kristen (soteriologi). Yesus Kristus disebut Anak Allah pertama-tama dalam rangka karya keselamatan manusia. Namun Yesus Kristus sungguh Allah yang menjadi manusia. Ia menjadi manusia dengan tujuan untuk menyelamatkan manusia melalui perisitiwa salib (sengsara, wafat dan kebangkitan).

 
Kristologi dalam Islam
Siapakah Yesus (Isa) menurut Islam? Yesus dalam Al-Quran adalah ISA, rasul ke-24, mendahului Muhammad. Muhammad adalah penyempurna, melengkapi kenabian sebelumnya. Isa bukanlah Allah melainkan seorang nabi. Allah dalam Islam adalah Allah pencemburu. Maka dalam Al-Quran ada kutipan yang mengatakan bahwa "jangan menyekutukan Allah". Inilah konsep monoteisme dalam Islam (tauhid). Maka Isa tidak boleh dituhankan, atau umat tidak boleh menuhankan Isa. Isa sendiri tidak disalib tetapi ia diangkat ke surga oleh Allah tetapi ia bukanlah Allah.

 
SAmpai di sini masih terlihat adanya dua kubu yang berbeda. Kelompok mencoba merumuskan sebuah pertanyaan kristologis yang membantu memahami refleksi bersama. Pertanyaan Kristologis yang dirumuskan adalah: Bagaimana keselamatan manusia bisa dialami oleh semua orang yang berbeda agama?

 
Lalu dari sama kami masuk dalam tema keselamatan (soteriologi). Dalam pandangan Islam, hidup manusia tidak ada awal dan akhir. Setiap manusia mempunyai nur kehidupan. Nur Muhammad adalah nur yang pertama. Kematian maka dari itu bukanlah akhir. Kematian membuat hidup ini menjadi semakin jelas. Hidup manusia di dunia belum jelas mau kemana. Alam hidup manusia dibagi menjadi 4 bagian: alam kandungan (manusia berjanji di hadapan Allah); alam kehidupan (alam pemenuhan janji); alam kubur (janji yang telah diucapkan oleh manusia dalam kandungan dan dilaksanakan di dunia itu ditagih); alam barzah. Ketika kiamat maka manusia akan dibangkitkan kembali.

 
Dalam Islam juga dikenal adanya takdir. Ada dua macam takdir: yang bisa diubah dan yang tidak bisa diubah. Yang termasuk takdir yang tidak bisa diubah adalah: lahir, mati, rejeki, qodo qodar (baik buruk). Misalnya soal kematian seseorang, orang sudah ditakdirkan waktu matinya kapan. Yang menentukan manusia selamat atau tidak adalah: amal ibadah, doa anak, ilmu yang bermanfaat. Jika orang beramal maka ia akan mendapatkan pahala.

 
Tanggapan atas keselamatan dalam Islam
Keselamatan manusia ada karena pahala Kristus. Kristulah yang menyelamatkan manusia. Rahmat Allah karena Kristus yang bangkit memberikan rasa aman dan nyaman kepada manusia. Keselamatan adalah pertemuan manusia dan Allah karena rahmat yang berawal dari Kristus. Kesatuan itu merupakan impian manusia dan dambaan Allah. Manusia bersama Kristus menjadi terarah kepada Kristus. Karena Kristus, sentuhan Allah sampai kepada manusia dan manusia dapat kembali bersatu dengan Allah. Di situlah terjadi keselamatan. Keselamatan bukan perkara manusia, tindakan baik manusia. Keselamatan adalah bersatunya manusia dengan Allah karena rahmat yang dari Kristus

 
Titik Temu Islam-Kristen.
Status Yesus dalam Islam dan Kristen itu sungguh berbeda. Bagi Kristen, demi keselamatan manusia, Yesus itu sungguh Allah dan sungguh manusia. Sementara bagi Islam, Yesus yang dinamai Isa itu sungguh manusia dan tidak memiliki hakikat Keallahan. Tetapi antara orang Kristen dan orang Islam mempunyai tujuan pokok yang sama yang ingin diraih, yakni keselamatan. Bagi orang kristen kendaraan keselamatan adalah Yesus sendiri. Mengimani hakikat keilahian Yesus, Firman Allah yang menjadi manusia, sebagai komunikasi diri Allah yang menyapa manusia, menjadi jalan ke keselamatan. Sedangkan dalam Islam, keselamatan manusia dicapai lewat amal saleh dan pertobatan manusia itu sendiri.

 
Kalau kita mau membidik titik temu antara Kristen dan Islam, usaha manusia untuk sampai kepada keselamatan dalam tindakan amal dan pertobatan, merupakan tanggapan manusia terhadap Allah yang menghendaki keselamatan. Tanggapan itu bagi orang Kristen adalah tanggapan atas komunikasi diri Allah yang terwujud dalam Yesus, sedangkan tanggapan itu bagi orang Islam adalah tanggapan atas Allah yang esa. Sebagai tanggapan yang terungkap dalam amal, cinta kasih pada sesama (inilah yang disebut sebagai Islam Amm), Kristen dan Islam memiliki tataran praktis yang sama. Rasanya di tataran inilah Kristen dan Islam memiliki perwujudan iman yang sama, meskipun harus diakui antara Kristen dan Islam memiliki pandangan yang berseberangan dalam memandang status Yesus keseluruhan.

 
Masa depan dialog agama
Sangatlah sulit apabila kristologi menjadi bahan dialog. Alasannya, saat ini semakin marak kemunculan aliran-aliran fundamentalis dan radikal. Aliran-aliran tersebut memperlebar jurang pemisah dialog teologis. Dalam diskusi kelompok, kami meyakini bersama bahawa pluralitas adalah tanggungan kita bersama (dari teman-teman Islam mereka menyebut ini sebagai sebuah ujian bersama dari Tuhan untuk manusia). Solusinya adalah kebersamaan. Bisa saja Tuhan menyatukan manusia dengan kekuasaannya, namun justru dengan keberagaman kita tahu kekuasaan Tuhan. Namun disisi lain pluralitas agama dan aliran keagamaan bisa menjadi berkat atau kutuk. Kita ingat bahwa peristiwa penciptaan juga terjadi pada awalnya karena adanya khaos. Kebersamaan mengantar kita sampai kepada melihat Tuhan sendiri. Dalam dialoglah hidup bersama itu dihayati. Kalau mau dialog, langkah awalnya adalah mencari kesamaan melalui dialog budaya kemudian dialog kehidupan.

 
Akhirnya, bicara kristologi mau tidak mau juga harus berangkat dari konteks. Iman memang bersumber dari tradisi kristiani. Namun Allah yang mewahyukan diri juga berlangsung terus menerus. Ia menyapa dan berbagi hidup dengan manusia dalam peristiwa hidup sehari-hari. Di sanalah tanggapan kita, iman, dituntut. Kristologi harus senantiasa kontekstual dan komunikatif. Jika tidak, maka yang terjadi adalah penghayatan yang buta akan sebuah ajaran agama.

0 komentar:

Post a Comment

 
;